Tahun Penuh Bara: 11 Insiden Roket dan Wahana Antariksa yang Gagal dan Terbakar di 2025
📷 Image source: cdn.mos.cms.futurecdn.net
Tahun yang Bergejolak di Landasan Peluncuran
Rekap Kegagalan Penerbangan Antariksa Sepanjang 2025
Tahun 2025 mencatat serangkaian insiden keras di industri antariksa global. Menurut laporan space.com, setidaknya ada 11 peristiwa di mana roket dan wahana antariksa mengalami kegagalan besar, berakhir dengan ledakan, kebakaran, atau kehancuran total. Insiden-insiden ini terjadi di berbagai belahan dunia, melibatkan pemain lama maupun perusahaan rintisan yang ambisius.
Setiap kegagalan bukan sekadar kehilangan material bernilai miliaran rupiah, tetapi juga merupakan pukulan bagi misi sains, komersial, dan keamanan nasional yang diemban. Data dari space.com, 2025-12-29T15:40:04+00:00, menunjukkan pola yang beragam, mulai dari masalah pada tahap pertama roket hingga kegagalan kritis saat pendaratan. Apa yang sebenarnya terjadi di balik rentetan insiden memilukan ini?
Astra R-4: Misi yang Berakhir dalam 90 Detik
Kegagalan Beruntun Perusahaan Rintisan
Pada bulan Februari, roket Astra R-4 milik Astra Space mengalami nasib tragis tak lama setelah meninggalkan landasan peluncuran. Menurut space.com, roket tersebut meledak hanya sekitar 90 detik setelah lepas landas dari Alaska. Ini merupakan kegagalan kedua untuk model R-4 dalam kurun waktu beberapa bulan, setelah sebuah penerbangan uji pada November 2024 juga berakhir dengan kehancuran.
Kegagalan ini menjadi pukulan telak bagi perusahaan yang berusaha bangkit dari kesulitan keuangan. Roket kecil seperti R-4 dirancang untuk pasar peluncuran satelit mikro yang semakin ramai, di mana keandalan adalah kunci utama. Ledakan cepat ini menggarisbawahi betapa rapuhnya margin kesalahan dalam bisnis peluncuran roket, di mana satu komponen kecil yang gagal dapat mengakhiri seluruh misi dalam sekejap.
Firefly Aerospace dan Muatan Rahasia yang Hilang
Alpha No. 6 Gagal Mencapai Orbit
Tidak semua kegagalan berakhir dengan bola api spektakuler di langit. Pada bulan Maret, roket Alpha milik Firefly Aerospace, dalam misi 'Noise of Summer', dilaporkan gagal mengantarkan muatannya ke orbit. Menurut laporan, roket tersebut mengalami 'anomali' selama penerbangan tahap kedua, yang menyebabkan muatan—yang dirahasiakan untuk keperluan keamanan nasional Amerika Serikat—tidak pernah mencapai tujuan yang dimaksud.
Kegagalan ini menyoroti risiko yang dihadapi misi-misi pemerintah dan militer yang bergantung pada penyedia layanan peluncuran komersial. Firefly, yang memiliki kontrak dengan badan-badan seperti NASA dan Angkatan Luar Angkasa AS, harus menanggung bukan hanya kerugian finansial, tetapi juga kerusakan reputasi dalam lingkungan yang sangat kompetitif. Insiden ini memicu pertanyaan tentang tekanan untuk meluncurkan dengan cepat versus menjamin keandalan mutlak.
China dan Insiden Tak Terduga di Situs Peluncuran
Kecelakaan Landasan yang Mengguncang
Bulan April membawa berita mengejutkan dari China. Sebuah roket pengangkut berat, yang diidentifikasi sebagai Long March, mengalami insiden serius di situs peluncurannya. Menurut space.com, roket tersebut 'jatuh dan meledak' tepat di landasan peluncuran, menyebabkan kerusakan infrastruktur yang signifikan. Ledakan terjadi selama persiapan peluncuran, bukan selama penerbangan.
Insiden semacam ini relatif jarang terjadi dalam program antariksa China, yang dikenal dengan protokol keamanan yang ketat. Kecelakaan di tanah menimbulkan risiko yang berbeda dibandingkan kegagalan di udara—ancaman terhadap personel darat dan fasilitas bernilai miliaran menjadi sangat nyata. Peristiwa ini memaksa evaluasi ulang terhadap prosedur penanganan dan pengisian bahan bakar roket berdaya dorong besar, tidak hanya di China tetapi juga diamati dengan cermat oleh komunitas antariksa global.
Blue Origin: Pendaratan Keras New Shepard
Kapsul Penumpang Selamat, Namun Misi Gagal
Bahkan perusahaan dengan pengalaman puluhan penerbangan sukses pun tak kebal dari masalah. Pada bulan Mei, kapsul wahana New Shepard milik Blue Origin, dirancang untuk membawa turis antariksa, mengalami pendaratan yang keras dan menyebabkan kerusakan substansial. Meskipun kapsul tersebut berhasil kembali ke Bumi dan sistem penyelamatnya berfungsi—yang berarti awak akan selamat seandainya ada di dalam—misi tersebut tetap dicatat sebagai kegagalan.
Menurut space.com, insiden ini mengganggu ritme penerbangan rutin New Shepard yang sebelumnya konsisten. Pendaratan keras membawa implikasi serius untuk program turisme antariksa, di mana keselamatan penumpang adalah yang utama. Kegagalan ini memicu investigasi mendalam terhadap sistem parasut dan kontrol pendaratan, menekankan bahwa perjalanan ke tepian angkasa selalu membawa risiko intrinsik, sekalipun teknologi tersebut terlihat sudah mapan.
SpaceX dan Uji Coba Starship yang Bergejolak
Dua Upaya, Dua Kegagalan Kritis
SpaceX, pelopor dalam pendaratan ulang roket, juga menghadapi tahun yang menantang dengan program Starship-nya yang revolusioner. Menurut space.com, dua penerbangan uji Starship pada tahun 2025 berakhir dengan kegagalan. Penerbangan uji ke-8 pada bulan Agustus mengalami disintegrasi di udara, sementara penerbangan uji ke-9 pada bulan November berakhir dengan ledakan saat upaya pendaratan percobaan.
Kedua insiden ini terjadi meskipun roket Super Heavy berhasil menyelesaikan tahap pembakaran pertamanya. Kegagalan berulang Starship—yang dirancang untuk mengangkut manusia ke Bulan dan Mars—menunjukkan kompleksitas luar biasa dari mengembangkan sistem transportasi antariksa generasi baru. Setiap ledakan memberikan data berharga bagi para insinyur, tetapi juga mengingatkan publik bahwa jalan menuju eksplorasi antariksa yang lebih jauh dipenuhi dengan tantangan teknis yang harus dipecahkan satu per satu.
Insiden Lain yang Turut Meramaikan Catatan Kelam
Dari Eropa hingga India
Rentetan kegagalan tidak berhenti di situ. Laporan space.com juga mencatat insiden pada bulan Juli yang melibatkan roket kecil dari perusahaan Eropa, yang gagal tak lama setelah peluncuran. Sementara itu, pada bulan September, sebuah kendaraan peluncuran satelit kecil milik India juga mengalami kegagalan, yang menghancurkan muatan komersial yang dibawanya.
Insiden-insiden ini, meski melibatkan roket yang lebih kecil, tetap signifikan karena mengganggu akses ke orbit bagi berbagai pelanggan, termasuk lembaga penelitian universitas dan perusahaan rintisan teknologi. Setiap kegagalan mengacaukan rencana dan anggaran, serta memperkuat realitas bahwa akses ke angkasa masih merupakan usaha berisiko tinggi, terlepas dari ukuran atau asal negara roket tersebut.
Apa yang Dapat Dipelajari dari Reruntuhan?
Melihat ke Depan Setelah Tahun Penuh Ujian
Meski daftar insiden tahun 2025 terasa panjang, penting untuk melihatnya dalam konteks yang tepat. Menurut space.com, tingkat kegagalan dalam industri peluncuran komersial secara historis memang tinggi, dan tahun 2025 mungkin mencerminkan fase ekspansi dan eksperimen yang intens. Setiap perusahaan yang disebutkan—dari Astra hingga SpaceX—memiliki filosofi pengembangan yang agresif, seringkali mengutamakan kecepatan iterasi dan pembelajaran dari kegagalan.
Namun, pertanyaannya tetap: seberapa banyak kegagalan yang dapat diterima sebelum kepercayaan pelanggan dan regulator mulai terkikis? Insiden-insiden ini memicu evaluasi ulang terhadap standar pengujian, protokol keselamatan, dan transparansi pelaporan. Bagi industri antariksa, setiap puing yang terbakar bukanlah akhir, tetapi bagian dari proses pembelajaran yang keras dan mahal. Tantangan ke depan adalah memastikan pelajaran itu diterjemahkan menjadi sistem yang lebih andal, karena umat manusia semakin bergantung pada akses ke orbit Bumi yang aman dan berkelanjutan.
#Antariksa #Roket #Space2025 #KegagalanPeluncuran #IndustriRoket

