Kulit Terbakar: Obsesi Gen Z dengan Kulit Cokelat Ekstrem dan Bahaya yang Mengintai
📷 Image source: i.guim.co.uk
Gaya atau Gila? Fenomena Kulit 'Terpanggang' di Kalangan Gen Z
Dari Pantai ke Klinik Kecantikan, Tren yang Memicu Kekhawatiran
Mereka menyebutnya 'tanorexia'—obsesi tak sehat terhadap kulit cokelat yang digoreng matahari atau alat tanning. Di media sosial, tagar #SunburnChallenge ramai dengan foto anak muda berbangga dengan kulit merah membara, seolah luka bakar itu lencana kehormatan.
Dr. Livia Andrade, dermatolog di São Paulo, menggambarkannya sebagai 'krisis kesehatan terselubung'. 'Mereka pikir kulit merah adalah langkah menuju cokelat sempurna. Padahal, itu tanda kerusakan DNA,' katanya, menunjuk data kenaikan 40% kasus melanoma pada usia 18-25 sejak 2020.
Siapa yang Bertanggung Jawab?
Pengaruh Media Sosial vs. Warisan Budaya 'Kulit Emas'
Platform seperti TikTok menjadi amplifier berbahaya. Video dengan musik upbeat menampilkan ritual tanning ekstrem—dari 'tanning bed marathon' (8 jam nonstop) hingga penggunaan reflektor aluminium untuk memaksimalkan paparan UV—mendapat jutaan views.
Tapi akar masalahnya lebih dalam. 'Ini warisan toxic dari era 2000-an ketika Paris Hilton dianggap ikon dengan kulit kecokelatan palsu,' ujar sosiolog budaya Marcus Renno. 'Gen Z hanya membawanya ke level ekstrem, karena algoritm mendorong konten yang semakin edgy untuk mendapat perhatian.'
Dibalik Glow yang Mematikan
Industri Kecantikan yang Turut Memupuk Obsesi
Salon tanning di Jakarta dan Bali kini menawarkan 'turbo tan'—paket 3 sesi tanning bed dalam sehari dengan garansi 'warna mocha dalam 48 jam'. Pemilik salon Rita Wijaya mengaku permintaan melonjak 70% selama 2024, didominasi pelanggan usia 16-22.
Yang lebih mengkhawatirkan: maraknya suntik melanotan-II, peptide ilegal yang memicu produksi melanin secara buatan. 'Ini dijual bawah tangan di grup Telegram beauty dengan harga Rp1,2 juta per dosis,' ungkap aktivis kesehatan Dira Sugandi yang menyamar sebagai pembeli.
Ketika Peringatan Tak Lagi Menakutkan
Kampanye 'Kulit Sehat' oleh Kemenkes RI tahun lalu dianggap gagal total. 'Mereka pakai foto kanker kulit stadium akhir. Tapi bagi Gen Z, yang penting sekarang. Konsep 'risiko jangka panjang' tidak relevan,' kata psikolog remaja Adi Prabowo.
Beberapa bahkan sengaja membakar kulit sebagai bentuk pemberontakan. 'Orang tua saya bilang kulit sawo matang kampungan. Sekarang saya sengaja bakar sampai hitam. Biar mereka jengkel,' cetus Maya, 19, sambil menunjukkan lengan yang mengelupas.
Ada Cahaya di Ujung Terowongan?
Gerakan #SkinPositivity dan Harapan Perubahan
Sebagian kecil Gen Z mulai melawan arus. Konten kreator seperti @dianasaurus_rex viral karena unggulan 'kulit pucatku bukanlah kegagalan'—sebuah tantangan terhadap standar kecantikan monokrom.
Lembaga riset Nielsen memperkirakan pasar produk self-tanning akan tumbuh 25% tahun depan. 'Ini indikasi bahwa sebagian mulai mencari alternatif aman,' kata analis mereka. Tapi pertanyaannya: apakah tren ini sudah terlambat bagi ribuan remaja yang mungkin telah merusak kulit mereka secara permanen?
#SunburnChallenge #Tanorexia #KulitSehat #MelanotanII #GenZ

