Etika Bertanya ala KH Hasyim Asyari: Seni Menghormati Guru dalam Tradisi Pesantren
📷 Image source: static.republika.co.id
Pendahuluan
Warisan Adab yang Terkikis Zaman
Di era Google dan ChatGPT, tradisi bertanya secara santun kepada guru nyaris menjadi fosil. KH Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama, justru mewariskan panduan lengkap tentang adab bertanya yang tertuang dalam kitab Adab al-Alim wal-Muta'allim.
Naskah yang ditulis tahun 1920-an ini bukan sekadar protokol kuno. Ia adalah manual hubungan guru-murid yang relevan hingga kini, terutama di pesantren tempat budaya menghormati ilmu masih terjaga.
Tiga Syarat Utama
Lebih dari Sekadar Mengacungkan Jari
Hadratus Syeikh—gelar kehormatan untuk KH Hasyim Asyari—menegaskan tiga prinsip dasar sebelum melontarkan pertanyaan. Pertama, pastikan pertanyaan muncul setelah proses berpikir mandiri. Kedua, pilih momen ketika guru sedang lapang. Ketiga, gunakan bahasa yang santun dengan menyertakan kalimat permohonan.
"Bukan adab seorang penuntut ilmu memotong pembicaraan guru seperti anak kecil meminta permen," tulisnya dalam bab khusus tentang etika dialog. Nasihat ini terasa menusuk di zaman media sosial dimana orang berkomentar tanpa membaca artikel sampai habis.
Larangan yang Mengejutkan
Ketika Diam Justru Lebih Bijak
Bagian paling mengejutkan datang dari larangan KH Hasyim: "Jangan bertanya saat guru sedang berjalan, makan, atau hendak tidur." Ia juga melarang murid menguji kesabaran guru dengan pertanyaan beruntun seperti interogasi.
Pakar pendidikan pesantren dari UIN Jakarta, Prof. Didin Syafruddin, mengaitkan aturan ini dengan konsep muraqabah (kesadaran akan pengawasan Tuhan). "Ini tentang menyelaraskan keingintahuan dengan penghormatan pada manusia sebagai pembawa ilmu," jelasnya saat dihubungi via Zoom.
Kontekstualisasi Modern
Dari Majelis Taklim ke Ruang Digital
Penerus KH Hasyim di Pesantren Tebuireng, KH Salahuddin Wahid, membuktikan ajaran ini tak kaku. Saat webinar selama pandemi, ia membolehkan pertanyaan melalui chat tetapi dengan filter ketat. "Pertanyaan yang baik mencerminkan kecerdasan, bukan sekadar keinginan dapat jawaban instan," ujarnya dalam satu sesi yang diunggah di YouTube.
Fenomena ini menarik diamati. Di satu sisi, tradisi pesantren bertahan. Di sisi lain, adaptasi terjadi tanpa meninggalkan esensi—seperti yang dilakukan para santri ketika harus bertanya via WhatsApp dengan tetap menulis "Assalamualaikum, Kyai" sebagai pembuka.
Refleksi Akhir
Filsafat di Balik Tanya-Jawab
Kitab setebal 120 halaman ini sebenarnya bukan sekadar tata krama. Ia menyimpan filsafat pendidikan bahwa proses bertanya adalah ritual transfer ilmu. KH Hasyim menulis: "Ilmu yang diperoleh dengan adab akan lebih membekas daripada ilmu yang diperoleh dengan cara memaksa."
Di tengah banjir informasi hari ini, mungkin kita perlu kembali pada nasihat sederhana ini: sebelum menuntut jawaban, perbaiki cara bertanya. Sebab seperti dikatakan para sesepuh, adab adalah jiwa dari ilmu pengetahuan itu sendiri.
#Pesantren #AdabMenuntutIlmu #KHHasyimAsyari #PendidikanIslam

