Mesin ATM Kripto Tetap Menguntungkan Penjual, Sementara Korban Penipuan Terus Bertambah
📷 Image source: media.icij.org
Ledakan Mesin ATM Kripto di Tengah Gelombang Penipuan
Investor yang panik dan korban penipuan menjadi sumber pendapatan bagi jaringan ritel
Jaringan mesin ATM kripto di Amerika Serikat terus berkembang pesat, dengan lebih dari 34.000 mesin yang terdaftar. Namun, di balik pertumbuhan yang tampak mengesankan ini, tersembunyi aliran uang yang gelap. Menurut laporan investigasi oleh International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) yang diterbitkan pada 17 Desember 2024, mesin-mesin ini telah menjadi alat favorit bagi para penipu untuk menguras tabungan korban mereka.
Ironisnya, bisnis yang memasang mesin-mesin ini—mulai dari toko serba ada, kedai minuman, hingga toko tembakau—terus meraup keuntungan. Mereka mendapatkan komisi untuk setiap transaksi yang dilakukan, terlepas dari apakah uang itu berasal dari investor biasa atau dari seorang nenek yang sedang panik karena mengira cucunya sedang dalam masalah. 'Mereka menghasilkan uang dari kedua belah pihak,' jelas seorang peneliti yang dikutip dalam laporan ICIJ.
Modus Penipuan yang Memanfaatkan Teknologi dan Ketakutan
Penipu telah menyempurnakan skema mereka dengan memanfaatkan mesin ATM kripto. Salah satu modus yang paling umum adalah penipuan 'pemerintah' atau 'dukungan teknis'. Korban dihubungi oleh seseorang yang mengaku sebagai petugas pemerintah, polisi, atau ahli teknologi dari perusahaan seperti Microsoft. Pelaku kemudian meyakinkan korban bahwa uang mereka dalam bahaya dan harus 'diamankan' dengan mengonversinya menjadi kripto melalui mesin ATM.
Modus lain yang merajalela adalah penipuan 'penyelamatan keluarga'. Penipu menelepon kakek atau nenek, berpura-pura menjadi cucu mereka yang sedang dalam masalah hukum dan membutuhkan uang jaminan dengan segera. Korban yang panik kemudian diarahkan untuk menarik uang tunai dan menyetornya ke mesin ATM kripto, yang mengubah uang fisik menjadi aset digital yang hampir mustahil dilacak dan dikembalikan.
Mengapa ATM Kripto Menjadi Alat yang Sempurna untuk Kejahatan
Anonimitas, kecepatan, dan batas transaksi yang tinggi menjadi faktor pendorong
Mesin ATM kripto menawarkan kombinasi mematikan bagi penegak hukum dan mimpi buruk bagi korban. Pertama, transaksi bersifat pseudonim. Meskipun beberapa mesin memerlukan verifikasi identitas, begitu uang kripto dikirim ke dompet digital penipu, pelacakannya menjadi sangat sulit. Uang dapat dipindahkan melintasi berbagai dompet dan pertukaran dalam hitungan menit.
Kedua, batas transaksi harian bisa sangat tinggi. Laporan ICIJ menemukan bahwa beberapa operator mengizinkan setoran hingga $10.000 per hari, atau setara dengan sekitar Rp 160 juta. Jumlah sebesar itu memungkinkan penipu menguras rekening korban hanya dalam satu atau dua kali kunjungan. Kecepatan transaksi juga krusial; uang hilir-mudik secara digital jauh lebih cepat daripada transfer bank tradisional, memberi penegak hukum waktu yang sangat sempit untuk bertindak.
Pihak yang Diuntungkan: Operator dan Lokasi Penempatan Mesin
Laporan ICIJ mengungkap ekosistem bisnis yang mengelilingi mesin-mesin ini. Perusahaan operator seperti Bitcoin Depot, Coin Cloud, dan Coinflip membayar komisi kepada pemilik lokasi—biasanya toko ritel kecil—untuk memasang mesin mereka. Komisi ini biasanya berkisar antara 5% hingga 20% dari nilai setiap transaksi, menciptakan aliran pendapatan pasif yang menarik.
Pemilik toko yang diwawancarai mengaku sering tidak memedulikan dari mana uang itu berasal. Fokus mereka adalah pada komisi yang mengalir ke kas mereka. Seorang pemilik bisnis bahkan menyatakan kepada ICIJ bahwa mesin ATM kripto adalah 'mesin pencetak uang' bagi tokonya. Sikap ini menciptakan lingkungan di mana insentif ekonomi mengabaikan potensi kerugian sosial dan finansial yang diderita oleh korban penipuan.
Upaya Penegakan Hukum yang Terhambat dan Tantangan Regulasi
Penegak hukum di tingkat federal dan lokal menghadapi rintangan besar. Mesin ATM kripto sering kali diatur sebagai penyedia layanan uang, yang mensyaratkan pendaftaran dan program anti-pencucian uang. Namun, ICIJ menemukan bahwa kepatuhan terhadap aturan ini sangat longgar. Banyak mesin yang tidak memverifikasi identitas pengguna dengan benar atau melaporkan transaksi mencurigakan.
Kompleksitas teknologi juga menjadi kendala. Banyak departemen kepolisian setempat kekurangan sumber daya dan keahlian untuk menyelidiki kejahatan kripto. Sementara itu, regulator federal seperti Financial Crimes Enforcement Network (FinCEN) kesulitan mengawasi puluhan ribu mesin yang tersebar, sering kali di lokasi-lokasi yang tidak terduga. Celah regulasi ini dimanfaatkan dengan baik oleh operator yang lebih mementingkan keuntungan.
Kisah Korban: Tabungan Seumur Hidup yang Lenyap dalam Sekejap
Laporan ICIJ memuat kisah pilu para korban. Seorang wanita di Texas kehilangan lebih dari $35.000 (sekitar Rp 560 juta) setelah penipu meyakinkannya bahwa rekening banknya diretas. Dia disuruh menarik semua uangnya dan menyetornya ke beberapa mesin ATM kripto di berbagai lokasi. Dalam kasus lain, seorang pria di Florida kehilangan $15.000 (sekitar Rp 240 juta) dalam penipuan 'penyelamatan cucu'.
Uang yang hilang ini sering kali merupakan tabungan pensiun atau dana darurat keluarga. Yang lebih menyedihkan, peluang untuk mendapatkan uang mereka kembali hampir tidak ada. Begitu transaksi dikonfirmasi di blockchain, uang kripto tersebut berpindah tangan secara permanen. Bank juga sering kali tidak dapat membatalkan transaksi atau mengganti kerugian, karena korban yang secara fisik menyetorkan uang tunai ke mesin.
Tekanan Publik dan Masa Depan Regulasi ATM Kripto
Gelombang penipuan ini mulai menarik perhatian pembuat kebijakan. Beberapa negara bagian di AS mulai mempertimbangkan undang-undang yang lebih ketat, seperti menurunkan batas transaksi harian, mewajibkan verifikasi identitas yang lebih kuat, atau bahkan memberlakukan masa tunggu antara setoran dan konversi menjadi kripto. Tujuannya adalah untuk memberi waktu bagi korban yang mungkin sedang dalam tekanan untuk menyadari penipuan atau bagi pihak berwenang untuk campur tangan.
Namun, industri kripto dan operator mesin ATM sering menentang regulasi yang lebih ketat, dengan alasan bahwa hal itu akan menghambat inovasi dan penggunaan teknologi yang sah. Mereka berargumen bahwa masalahnya terletak pada penipu, bukan pada teknologinya. Di sisi lain, para advokat korban dan peneliti keamanan siber menekankan bahwa desain bisnis yang mengutamakan keuntungan tanpa pertanggungjawaban telah menciptakan alat yang sempurna untuk eksploitasi.
Apa yang Dapat Dilakukan untuk Melindungi Diri?
Peringatan dari para ahli dan penegak hukum
Pesan dari penegak hukum dan pakar penipuan sangat jelas: tidak ada institusi pemerintah atau perusahaan teknologi yang sah yang akan pernah meminta pembayaran melalui mesin ATM kripto, kartu prabayar, atau transfer uang tunai. Jika seseorang menelepon dan mendesak untuk melakukan pembayaran dengan cara-cara tersebut, itu hampir pasti adalah penipuan.
Para ahli menyarankan untuk selalu memverifikasi cerita dengan menghubungi anggota keluarga atau institusi yang bersangkutan secara langsung, menggunakan nomor telepon yang diketahui sah. Mereka juga menekankan pentingnya edukasi publik, terutama bagi kelompok rentan seperti lansia. Sementara regulator berjuang untuk mengejar ketertinggalan, kewaspadaan individu dan kesadaran akan modus operandi penipu menjadi pertahanan pertama dan terpenting dalam melawan gelombang kejahatan finansial yang memanfaatkan teknologi baru ini.
Laporan lengkap investigasi ini dapat diakses di icij.org, dengan waktu publikasi pada 2025-12-17T09:59:52+00:00.
#Kripto #PenipuanKripto #ATMKripto #ICIJ #KeamananDigital

