Polarisasi Ekstrem: Bursa Kripto Korea Selatan Terbelah Menjadi Dua Kubu
📷 Image source: ambcrypto.com
Lanskap yang Terfragmentasi
Dari 200 Platform ke Segelintir Pemain Dominan
Tahun 2021, Korea Selatan pernah memiliki lebih dari 200 bursa kripto lokal. Kini, hanya tersisa kurang dari 20 yang bertahan. Gelombang pembersihan dimulai ketika regulator menerapkan aturan ketat pada September 2021: platform harus mendapatkan izin perbankan dan memenuhi standar AML/KYC.
Upbit, Bithumb, Coinone, dan Korbit langsung melesat sebagai 'The Big Four'. Mereka menguasai 98% volume perdagangan. Sisanya? Berguguran seperti daun kering. 'Ini bukan lagi pasar bebas, tapi oligopoli yang disetujui pemerintah,' cetus Lee Jae-min, profesor hukum di Seoul National University.
Darah di Kolam Renang
Bagaimana Platform Kecil Tersedot Cairan
Bursa tier dua seperti Probit dan Gopax bertahan dengan gigit, tapi korban pertama sudah berjatuhan. CPDAX dan CoinZest menutup operasi awal 2023 setelah volume trading anjlok di bawah 1% pasar. Yang menyedihkan: banyak dari platform ini gagal mengembalikan dana pengguna secara penuh.
'Kami seperti tikus yang terjebak di kapal tenggelam,' keluh Kim Hyun-woo, mantan karyawan CoinZest yang kini beralih jadi pedagang OTC. Bank-bank Korea, di bawah tekanan regulator, menolak membuka rekening escrow untuk platform kecil. Tanpa akses ke sistem perbankan, mereka mati perlahan.
Upbit: Raja yang Tak Terkalahkan
Strategi Dominasi yang Tak Kenal Ampun
Dengan 80% pangsa pasar, Upbit bukan sekadar pemimpin—mereka adalah pasar itu sendiri. Dibeking oleh Kakao (pengembang aplikasi pesan terbesar di Korea), mereka memainkan permainan berbeda: integrasi dengan layanan fintech, K-pop NFT, bahkan program loyalitas yang mirip kartu kredit premium.
Yang mengejutkan: 43% volume Upbit berasal dari perdagangan Bitcoin dan Ethereum saja. 'Orang Korea berdagang seperti menonton drama—hanya mau bintang utama,' ujar Choi Yong-kwon, analis di Hana Bank. Sentimen ini membuat altcoin lokal kesulitan bernapas.
Pemberontakan di Pinggiran
Komunitas DeFi yang Menolak Mati
Di balik dominasi bursa besar, gerilya DeFi tumbuh subur. Klub-klub trading di Telegram dan platform P2P seperti Paxful jadi jalur alternatif. 'Kami memindahkan perang dari pertempuran frontal ke operasi bawah tanah,' kata 'Luna', admin komunitas DeFi Korea dengan 50.000 anggota.
Yang menarik: perdagangan stablecoin USDT melonjak 320% tahun lalu via jalur gelap. Regulator meradang tapi tak berdaya. 'Ini konsekuensi alami ketika Anda menciptakan sistem yang terlalu ketat,' tambah Luna sambil tertawa getir.
Masa Depan: Konsolidasi atau Revolusi?
Dua jalan terbuka. Pertama: konsolidasi total di bawah beberapa raksasa dengan regulasi super ketat. Kedua: ledakan inovasi DeFi yang bisa mengubah peta kekuasaan. 'Korea punya sejarah membalikkan oligopoli—lihat bagaimana K-pop meruntuhkan dominasi label besar,' ingat Park Ji-young, kolumnis teknologi.
Satu hal pasti: perang ini belum berakhir. Ketika regulator mengumumkan aturan baru tentang dompet kustodial bulan depan, gelombang berikutnya akan segera dimulai. Dan seperti biasa, yang kecil akan terjepit di antara raksasa dan revolusioner.
#Kripto #KoreaSelatan #DeFi #Regulasi #Bitcoin #EkonomiDigital

