
Persahabatan di Ketinggian 4.000 Meter: Pendakian Alpen yang Merajut Persaudaraan Para Pengungsi
📷 Image source: i.guim.co.uk
Gunung sebagai Ruang Netral
Dari Konflik ke Karabiner
Pegunungan Alpen Swiss, dengan puncaknya yang tertutup salju abadi, menjadi saksi bisu sebuah proyek sosial tak biasa. Di sini, para pendaki dari latar belakang pengungsi—sebagian besar melarikan diri dari perang di Suriah, Afghanistan, dan Eritrea—belajar merangkul ketidakpastian bersama, persis seperti mereka menghadapi tebing curam.
Ahmad Al-Rashid, 32 tahun, tersenyak saat mengingat pendakian pertamanya. "Di Aleppo, kami lari dari bom. Di sini, kami justru mengejar ketinggian," ujarnya, sambil memegang erat tali pengaman yang menghubungkannya dengan rekannya asal Somalia.
Proyek 'Vertical Integration'
Ketika Pendakian Menjadi Terapi
Inisiatif ini digagas oleh Asosiasi Pendaki Swiss bekerja sama dengan UNHCR. Setiap tahun, 50 pengungsi terpilih menjalani pelatihan selama 6 bulan—mulai dari teknik simpul dasar hingga manajemen risiko longsor. Biaya sepenuhnya ditanggung oleh donasi swasta.
"Kami sengaja memilih peserta dari negara yang bertikai," jelas koordinator proyek, Sophie Müller. "Melihat mantan tentara Suriah dan Kurdi berbagi peralatan di lereng gunung, itu lebih efektif dari seribu dialog perdamaian."
Data tahun 2024 menunjukkan 78% peserta melaporkan penurunan gejala PTSD setelah program. Angka yang membuat psikolog program ini terkejut.
Bahasa Universal Gerak
Komunikasi Tanpa Kata
Bahasa menjadi hambatan awal. Tim terdiri dari 14 bahasa ibu berbeda. Tapi seperti diceritakan Jamila dari Afghanistan, "Di ketinggian 3.000 meter saat badai datang, kami bicara dengan gerakan tangan dan tatapan. Tidak perlu terjemahan untuk rasa takut yang sama."
Pemandu lokal Markus Ritter membenarkan: "Mereka belajar lebih cepat dari turis biasa. Mungkin karena sudah terbiasa membaca bahaya." Ritual minum teh usai pendakian kerap berlanjut hingga dini hari, dengan cerita-cerita tentang kampung halaman yang kini hanya bisa dikunjungi dalam mimpi.
Dampak yang Mengalir ke Bawah
Efeknya ternyata melampaui pendakian. Tiga alumni program mendirikan usaha guiding untuk imigran baru. Lainnya menjadi mediator di pusat penampungan.
Tapi tantangan tetap ada. Beberapa penduduk lokal masih memandang sinis. "Mereka bilang kami mengambil jatah kerja," keluh Karim asal Sudan. Hingga suatu pagi, tim penyelamat gunung yang terdiri dari para pengungsi ini membantu evakuasi pendaki Swiss yang terluka. Foto mereka berpelukan di stasiun kereta Jungfraujoch viral di media sosial.
Sophie berbisik lirih: "Gunung-gunung ini sudah mempersatukan Eropa pasca Perang Dunia II. Sekarang giliran mereka."
Puncak Bukan Akhir
Proyek ini kini berekspansi ke Pegunungan Atlas di Maroko. Sementara di Swiss, sekelompok alumni sedang merencanakan ekspedisi ke Mont Blanc—pendakian pertama yang sepenuhnya dilakukan oleh tim pengungsi.
"Kami menyebutnya 'Freedom Climb'," kata Ahmad, matanya berbinar. Bagi mereka, puncak bukan sekadar titik di peta, tapi pengingat bahwa setelah kehilangan segalanya, masih ada yang bisa diraih: harapan, dan satu langkah demi satu langkah.
#Pengungsi #Pendakian #Swiss #UNHCR #Trauma #Harapan