Biaya Kuliah Naik Lagi, Semua Pihak Geram: Saatnya Benahi Sistem Pendidikan Tinggi yang Rusak
📷 Image source: i.guim.co.uk
Kenaikan yang Tak Kunjung Usai
Mahasiswa Tercekik, Pemerintah Diam
Biaya kuliah di Inggris dan Wales kembali naik tahun ini, menandai tahun kesepuluh kenaikan berturut-turut sejak sistem £9.000 per tahun diperkenalkan pada 2012. Kini, angka itu melonjak menjadi £12.000—bahkan lebih tinggi untuk jurusan tertentu seperti kedokteran atau teknik.
Mahasiswa bukan satu-satunya yang meradang. Rektor universitas mengeluh pendanaan tak memadai, dosen protes karena beban kerja meningkat, sementara lulusan mengutuk utang yang menggunung. Zoe Williams di The Guardian menyebut ini sebagai 'kegagalan sistemik yang dipelihara'.
Ironisnya, kenaikan ini justru terjadi ketika kualitas pendidikan dan fasilitas kerap dikeluhkan. Survei National Student Survey 2024 menunjukkan kepuasan mahasiswa turun 8% dalam tiga tahun terakhir.
Akumulasi Krisis yang Disengaja
Dari Investasi Publik ke Pasar Bebas
Akar masalahnya bermula dari pergeseran paradigma pendidikan tinggi dari hak publik menjadi komoditas. Pada 1998, Tony Blair memperkenalkan biaya kuliah £1.000 per tahun—langkah kontroversial yang membuka pintu komersialisasi.
'Ini bukan sekadar kenaikan biaya, tapi pengingkaran janji sosial,' kritik Aaron Porter, mantan Presiden National Union of Students. 'Generasi saya dijual mimpi bahwa utang adalah investasi, tapi sekarang mereka bekerja untuk bayar cicilan, bukan membangun masa depan.'
Data Office for National Statistics mengkonfirmasi: 45% lulusan usia 25-34 di Inggris tinggal bersama orangtua karena tak mampu sewa rumah—naik drastis dari 27% pada 2010.
Dampak Berlapis yang Terabaikan
Ketimpangan Sosial hingga Brain Drain
Efeknya merembet ke mana-mana. Jurusan seni dan humaniora—yang dianggap 'kurang menghasilkan'—kian sepi peminat. University of Worcester terpaksa menutup departemen Sosiologi tahun lalu setelah pendaftaran anjlok 70%.
Di lain pihak, kampus elite seperti Oxford dan Cambridge justru makin eksklusif. Hanya 12% mahasiswa mereka berasal dari keluarga berpenghasilan bawah—angka yang stagnan sejak 2010.
'Kita sedang menciptakan lost generation,' tandas Prof. Diane Reay dari Cambridge. 'Anak pekerja kini memilih langsung cari kerja atau kuliah di luar negeri. Jerman, Belanda, bahkan Malaysia menawarkan biaya lebih manusiawi.'
Jalan Keluar yang (Tak) Mudah
Belajar dari Skotlandia dan Jerman
Solusinya mungkin radikal: hapus saja biaya kuliah. Skotlandia membuktikan ini可行 sejak 2007. Meski dikritik karena membebani pajak, sistem mereka justru meningkatkan partisipasi mahasiswa dari keluarga miskin sebesar 18%.
Jerman, yang menghapus biaya kuliah pada 2014, menunjukkan alternatif lain. 'Pendidikan tinggi adalah tulang punggung inovasi,' tegas Angela Merkel kala itu. Kini, 30% peneliti Jerman adalah imigran—banyak dari mereka tertarik sistem pendidikan yang terbuka.
Di Inggris, usulan Labour untuk memotong biaya menjadi £6.000 ditolak dengan alasan 'tak realistis'. Tapi seperti ditulis Williams: 'Realistis bagi siapa? Bagi politisi yang gajinya naik otomatis, atau bagi mahasiswa yang makan mi instan seminggu?'
Titik Balik yang Menentukan
Tahun 2025 bisa menjadi momen penentu. Dengan pemilu mendatang, isu pendidikan tinggi mulai mengemuka. Gerakan mahasiswa #EducationForAll telah mengumpulkan 300.000 tanda tangan untuk petisi reformasi.
Tapi perubahan tak bisa hanya datang dari bawah. 'Pemerintah harus berani memutus rantai komersialisasi,' desak Lord David Willetts, mantan Menteri Universitas yang justru dulu mendukung kenaikan biaya. 'Kita butuh model pendanaan baru sebelum generasi muda benar-benar kehilangan kepercayaan.'
Satu hal jelas: kenaikan biaya tahun ini bukan sekadar angka statistik. Ini tentang masa depan 500.000 mahasiswa baru—dan masa depan Inggris sebagai negara yang pernah bangga akan pendidikan terjangkau.
#BiayaKuliah #PendidikanTinggi #Mahasiswa #ReformasiPendidikan #UtangMahasiswa

