
Miliarder Teknologi Beralih ke Investasi Pertanian sebagai Strategi Jangka Panjang
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi seperti kecerdasan buatan dan metaverse, para miliarder teknologi dunia justru mengalihkan perhatian mereka ke sektor pertanian. Mereka menyadari bahwa masa depan tidak hanya tentang dunia maya, tetapi juga tentang kebutuhan dasar manusia: pangan. Investasi mereka dalam pertanian merupakan respons terhadap krisis pangan global, perubahan iklim, dan ketegangan dalam rantai pasokan.
Bill Gates, melalui Cascade Investment, telah membeli lebih dari 200.000 hektar lahan pertanian di Amerika Serikat, termasuk 2.100 hektar di North Dakota senilai lebih dari 13 juta dolar AS. Gates tidak terjun langsung ke pertanian, tetapi fokus pada pengembangan teknologi pertanian seperti bibit tahan iklim ekstrem dan sistem irigasi cerdas. Jeff Bezos juga tidak ketinggalan.
Ia menguasai lebih dari 400.000 hektar lahan di Texas dan menginvestasikan 10 miliar dolar AS melalui Bezos Earth Fund untuk proyek-proyek terkait iklim, termasuk pertanian regeneratif dan vertical farming. Selain itu, ia menyuntikkan 60 juta dolar AS ke dalam pengembangan protein sintetis. Jack Ma, setelah kembali dari 'pengasingan', kini berfokus pada revolusi pertanian.
Melalui Alibaba Cloud dan Digital Agriculture Base, ia membantu petani dengan analisis data tanah, cuaca, dan pola tanam secara real-time. Sementara itu, Mark Zuckerberg mendanai riset bioteknologi tanaman dan precision farming melalui Chan Zuckerberg Initiative. Elon Musk, meski sibuk dengan proyek luar angkasa, tetap memikirkan masa depan pangan.
Tesla Energy dan SpaceX mendukung pertanian berbasis ruang tertutup sebagai persiapan untuk kehidupan di luar Bumi. Panel surya Tesla juga dirancang untuk mendukung kebutuhan energi pertanian modern. Warren Buffett, melalui putranya Howard, berinvestasi dalam pertanian konservatif di Amerika Latin dan Afrika dengan fokus pada regenerasi tanah.
Pendekatannya lebih idealis: mengembalikan kesuburan tanah sebagai aset strategis jangka panjang. Menurut data FAO dan WFP, lebih dari 735 juta orang mengalami kelaparan kronis pada tahun 2023. Krisis pangan bukan lagi ancaman di masa depan, melainkan kenyataan yang harus dihadapi.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika para miliarder teknologi memilih untuk 'kembali ke tanah'. Namun, di tengah kesadaran global akan pentingnya pertanian, Indonesia justru kehilangan semangat agrarisnya. Jika ingin mencapai kedaulatan pangan, integrasi teknologi ke sektor pertanian bukan lagi pilihan, melainkan suatu keharusan.
✍️ Diposting oleh KuroNews
0 Komentar