Kilasan 2025: Gelombang Baru, Teknologi, dan Resistensi dalam Dunia Seni Rupa dan Fotografi Global

Kuro News
0

Tahun 2025 menandai transformasi seni rupa dan fotografi global dengan desentralisasi wacana, fotografi dokumenter kritis, dan integrasi teknologi

Thumbnail

Kilasan 2025: Gelombang Baru, Teknologi, dan Resistensi dalam Dunia Seni Rupa dan Fotografi Global

illustration

📷 Image source: i.guim.co.uk

Pengantar: Sebuah Tahun yang Mendefinisikan Ulang Batas

Dari Galeri ke Ruang Digital, 2025 Menjadi Saksi Pergeseran Paradigma

Tahun 2025 tercatat sebagai periode transformatif dalam lanskap seni rupa dan fotografi global. Menurut ulasan theguardian.com yang diterbitkan pada 2025-12-22T12:00:27+00:00, tahun ini tidak hanya tentang pameran-pameran megah, tetapi lebih pada bagaimana seniman merespons tekanan geopolitik, percepatan teknologi, dan pergolakan sosial. Narasi dominan bergeser dari pusat-pusat seni tradisional di Barat menuju suara-suara dari Global South, sementara medium baru terus menguji definisi konvensional tentang apa itu karya seni.

Gelombang ini ditandai dengan keberanian bereksperimen dan keteguhan pada pesan humanis. Fotografer dan pelukis tidak lagi hanya menjadi pengamat, tetapi aktif terlibat sebagai pencerita dan aktivis. Hasilnya adalah sebuah tubuh karya yang kaya, kompleks, dan sering kali menantang, yang merefleksikan kegelisahan sekaligus harapan di tengah dunia yang terus berubah dengan cepat. Artikel ini akan mengeksplorasi tema-tema kunci yang muncul sepanjang tahun, berdasarkan laporan dari theguardian.com.

Kebangkitan Narasi dari Global South

Suara-Suara Baru Mendobrak Hegemoni Barat

Salah satu perkembangan paling signifikan pada 2025 adalah desentralisasi wacana seni global. Pameran-pameran besar di London, New York, atau Paris mulai secara konsisten mengalihkan sorotan mereka ke seniman dari Afrika, Asia Tenggara, dan Amerika Latin. Seniman-seniman ini tidak lagi ditempatkan sebagai 'yang lain', tetapi sebagai pembawa narasi utama yang membahas sejarah kolonial, identitas pascakolonial, dan modernitas lokal dengan sudut pandang yang otentik dan mendalam.

Misalnya, praktik seni kolektif dari wilayah seperti Karibia dan Asia Pasifik mendapatkan platform internasional yang belum pernah terjadi sebelumnya. Karya-karya mereka sering kali mengintegrasikan teknik tradisional dengan komentar sosial kontemporer, menciptakan bahasa visual yang sama sekali baru. Pergeseran ini menandai koreksi yang lama tertunda dalam peta seni dunia, meskipun tantangan seperti akses pendanaan dan infrastruktur galeri yang tidak merata masih menjadi hambatan nyata.

Fotografi Dokumenter di Garis Depan Konflik

Lensa yang Menjadi Saksi dan Pengingat

Fotografi dokumenter pada 2025 memainkan peran kritis dalam mengarsipkan realitas konflik dan krisis kemanusiaan yang terus berlangsung di berbagai penjuru dunia. Banyak fotografer mengambil risiko besar untuk menyoroti penderitaan warga sipil, perpindahan penduduk, dan kehancuran lingkungan. Pendekatan mereka sering kali intim dan personal, berfokus pada martabat individu di tengah kekacauan, daripada sekadar gambar-gambar dramatis yang sensasional.

Tren yang menonjol adalah kolaborasi jangka panjang antara fotografer dengan komunitas yang mereka liput, menghasilkan proyek-proyek mendalam yang melampaui laporan kilat. Karya-karya ini tidak hanya bertujuan untuk menginformasikan, tetapi juga untuk membangun arsip sejarah visual yang akan melawan lupa dan penyangkalan. Namun, etika dalam fotografi konflik—termasuk persetujuan, trauma, dan eksploitasi—tetap menjadi perdebatan yang intens di kalangan profesional.

AI dan Seni Generatif: Mitra atau Ancaman?

Eksperimen Kreatif di Tengah Debat Orisinalitas

Integrasi Kecerdasan Buatan (AI) dalam proses kreatif mencapai titik matang yang baru pada 2025. Seniman tidak lagi menggunakan AI hanya sebagai alat efek khusus, tetapi sebagai kolaborator dalam menciptakan bentuk-bentuk visual yang benar-benar baru, mulai dari instalasi imersif hingga karya digital yang dinamis. Teknologi generatif memungkinkan eksplorasi konsep seperti ingatan kolektif, mimpi, dan alam bawah sadar dengan cara yang sebelumnya tidak terbayangkan.

Namun, tahun ini juga ditandai dengan perdebatan sengit tentang otoritas kreatif, hak cipta, dan nilai ekonomi dari seni berbantuan AI. Banyak lembaga seni dan pasar lelang berjuang untuk mengkategorikan dan menilai karya-karya semacam ini. Pertanyaan mendasar tentang peran 'tangan' seniman dan keaslian emosi dalam karya yang dihasilkan algoritma terus menggema, tanpa resolusi yang jelas. Ketidakpastian mengenai kerangka hukum dan etika masih menjadi tantangan utama.

Seni Lingkungan: Dari Protes ke Regenerasi

Karya yang Menyatu dengan dan untuk Bumi

Menanggapi krisis iklim yang semakin nyata, seni lingkungan (eco-art) berkembang melampaui bentuk protes simbolis. Seniman pada 2025 semakin terlibat dalam proyek-proyek praktis yang bertujuan untuk restorasi ekosistem, seperti menanam hutan bakau, membersihkan plastik dari lautan, atau membuat instalasi yang berfungsi sebagai habitat bagi polinator. Karya-karya ini sering kali bersifat sementara, terdegradasi secara alami, dan meninggalkan dampak ekologis yang positif.

Pendekatan ini merepresentasikan pergeseran dari antroposen ke apa yang beberapa kurator sebut sebagai 'simbiosen', yaitu filosofi yang menekankan keterhubungan dan saling ketergantungan semua makhluk hidup. Seniman menjadi fasilitator dialog antara sains, komunitas lokal, dan alam. Meski dampak langsungnya mungkin terbatas secara geografis, karya-karya ini berhasil menyampaikan pesan yang kuat tentang tanggung jawab dan kemungkinan regenerasi, meskipun skala masalah iklim global tetap sangat besar.

Reinterpretasi dan Dekolonisasi Arsip Sejarah

Membongkar Narasi Lama, Menemukan Kisah yang Terlupakan

Tren kuat lainnya pada 2025 adalah upaya seniman untuk menggali dan mereinterpretasi arsip-arsip sejarah, khususnya yang berasal dari era kolonial. Melalui fotografi, video, dan instalasi campuran media, mereka membongkar bias dalam koleksi museum, mengungkap kisah-kisah yang sengaja dihapus atau diabaikan, dan mengembalikan agensi kepada subjek-subjek yang difoto atau digambar tanpa persetujuan mereka. Proses ini sering kali melibatkan penelitian mendalam dan kolaborasi dengan sejarawan dan anggota komunitas keturunan.

Karya-karya semacam ini berfungsi sebagai bentuk reparasi simbolis. Mereka mempertanyakan kepemilikan, hak untuk merepresentasikan, dan kekuatan naratif yang melekat pada gambar-gambar historis. Dengan melakukan hal itu, seniman tidak hanya mengkritik masa lalu tetapi juga membentuk pemahaman yang lebih jernih dan inklusif tentang masa kini. Namun, proyek-proyek ini juga menghadapi kendala akses terhadap arsip yang masih terbatas dan terkadang dijaga ketat oleh institusi lama.

Kembalinya Lukisan Figuratif dengan Pesan Baru

Tubuh, Identitas, dan Politik Representasi di Atas Kanvas

Bertentangan dengan prediksi tentang kematian media tradisional, lukisan figuratif mengalami kebangkitan yang penuh vitalitas pada 2025. Seniman-seniman muda, khususnya, kembali ke kanvas untuk mengeksplorasi kompleksitas identitas tubuh, gender, ras, dan seksualitas dengan palet yang berani dan gaya yang beragam. Lukisan-lukisan ini sering kali menolak idealisasi, memilih untuk merayakan keragaman bentuk tubuh dan pengalaman hidup yang autentik.

Gerakan ini juga sangat terpolitik. Banyak karya yang secara langsung merespons undang-undang yang membatasi hak-hak tubuh, menggunakan metafora visual yang kuat untuk menyuarakan perlawanan dan solidaritas. Daya tahan lukisan sebagai medium yang intim dan fisik—berbeda dengan karya digital yang mudah direproduksi—memberikan kehadiran yang kuat dan personal di ruang pamer, menarik penikmat seni untuk berdialog langsung dengan subjek yang dihadirkan.

Fotografi Arsitektur: Mengekspos Politik Ruang

Bangunan sebagai Cermin Kekuasaan dan Ketimpangan

Fotografi arsitektur pada 2025 melampaui pendokumentasian bentuk dan estetika bangunan yang megah. Fokus beralih kepada bagaimana struktur buatan manusia—mulai dari perumahan mewah, proyek perumahan publik, hingga infrastruktur perkotaan—mencerminkan dan memperkuat dinamika kekuasaan, ketimpangan sosial, dan perubahan iklim. Fotografer membidik 'ruang antara', menyoroti bagaimana kebijakan perencanaan kota mempengaruhi kehidupan sehari-hari warga.

Seri foto yang membandingkan lanskap urban di berbagai belahan dunia menjadi alat analisis visual yang tajam. Mereka menunjukkan kesenjangan dalam akses terhadap ruang hijau, dampak gentrifikasi, dan kerentanan kawasan kumuh terhadap bencana lingkungan. Dengan demikian, fotografi arsitektur menjadi disiplin yang kritis dan reflektif, memaksa kita untuk mempertanyakan untuk siapa kota dibangun dan siapa yang terpinggirkan dalam proses pembangunannya.

Seni Pertunjukan dan Instalasi Imersif

Pengalaman Sensorik yang Mengaburkan Batas Realita

Batasan antara penonton dan karya seni semakin kabur pada 2025 melalui proliferasi instalasi imersif dan seni pertunjukan partisipatif. Ruang-ruang pamer berubah menjadi lingkungan yang sepenuhnya dapat dijelajahi, menggabungkan pencahayaan, suara, bau, dan elemen kinetik untuk menciptakan pengalaman psikologis dan sensorik yang mendalam. Seniman sering kali mengeksplorasi tema seperti ingatan traumatik, migrasi, atau keadaan alam bawah sadar melalui pendekatan ini.

Kecenderungan ini didorong oleh kemajuan teknologi, tetapi juga oleh keinginan seniman untuk melibatkan penonton secara fisik dan emosional, bukan hanya secara intelektual. Pengunjung tidak lagi pasif; mereka menjadi bagian integral dari narasi karya. Meski populer, format ini menghadapi tantangan dalam hal dokumentasi dan keberlanjutan, karena banyak karya dirancang khusus untuk lokasi dan momen tertentu, meninggalkan hanya kesan dalam ingatan para pengunjungnya.

Pasar Seni di Persimpangan: Nilai di Era Digital

NFT Meredup, Pertanyaan tentang Nilai Intrinsik Mengemuka

Pasar seni global pada 2025 tampak berada dalam fase koreksi dan introspeksi. Demam Token Non-Fungible (NFT) yang menggila beberapa tahun sebelumnya telah meredup secara signifikan, menyisakan pertanyaan mendasar tentang nilai, kepemilikan, dan materialitas. Perhatian kembali beralih kepada karya fisik dan seniman yang memiliki praktik berkelanjutan, meskipun pasar untuk seni digital yang lebih konseptual dan berbasis proyek tetap ada dalam ceruk tertentu.

Laporan theguardian.com menunjukkan peningkatan minat kolektor terhadap karya dengan pesan sosial-lingkungan yang kuat dan latar belakang seniman yang terdiversifikasi. Namun, ketidakpastian ekonomi global dan tingginya biaya logistik untuk pameran internasional tetap menjadi tekanan bagi galeri-galeri kecil dan seniman independen. Diskusi tentang model pendanaan alternatif, seperti patronase komunitas atau dukungan berbasis langganan, semakin mengemuka sebagai respons terhadap ketergantungan pada pasar lelang yang fluktuatif.

Masa Depan: Ke Mana Arah Seni Setelah 2025?

Refleksi Akhir Tahun dan Proyeksi ke Depan

Menyimpulkan dinamika seni rupa dan fotografi sepanjang 2025, terlihat jelas bahwa bidang ini terus menjadi barometer sensitif dari kondisi zaman. Tema-tema seperti keadilan iklim, keadilan sosial, dan etika teknologi tidak akan hilang dalam waktu dekat. Tantangan bagi tahun-tahun mendatang adalah bagaimana mempertahankan momentum kritik dan inovasi ini di tengah kemungkinan tekanan politik, kelelahan publik, dan kendala ekonomi yang mungkin membatasi eksperimen berisiko.

Selain itu, pertanyaan tentang aksesibilitas seni—baik secara fisik maupun intelektual—akan semakin penting. Bagaimana institusi seni dapat benar-benar menjadi ruang publik yang inklusif, bukan hanya untuk segelintir elite? Bagaimana seni dapat menjangkau audiens di luar ibu kota budaya besar? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini akan membentuk lanskap seni pasca-2025. Satu hal yang pasti: seniman akan terus menemukan cara untuk merekam, menafsir ulang, dan menantang dunia kita, dengan segala kompleksitasnya.

Perspektif Pembaca

Bagaimana Pengalaman Anda?

Tren seni dan fotografi pada 2025 menunjukkan pergeseran yang mendalam dari estetika murni menuju keterlibatan sosial dan lingkungan. Setiap orang mungkin memiliki momen atau karya tertentu yang paling beresonansi dengan mereka.

Kami ingin mendengar sudut pandang Anda. Dalam konteks Indonesia atau pengalaman global Anda, adakah satu tema dalam ulasan ini—baik itu kebangkitan seni Global South, penggunaan AI, seni lingkungan, atau dekolonisasi arsip—yang menurut Anda paling relevan atau paling terasa dampaknya? Ceritakan mengapa tema tersebut menarik perhatian Anda dan apakah Anda melihat gejalanya muncul dalam lanskap budaya di sekitar Anda.


#SeniRupa #Fotografi #SeniGlobal #TeknologiSeni #Dokumenter2025

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Check Out
Ok, Go it!
To Top